Maka Presiden Soekarno, memerintahkan
mempersiapkan Operasi Trikora, nama untuk operasi militer dalam rangka
pembebasan Irian Barat. Segala sarana tempur dan kekuatan militer mulai
digeser ke kawasan Timur, dengan basisnya di Makassar. Meski sempat
terjadi bentrokan-bentrokan kecil antara kedua kekuatan militer yang
sedang berhadapan itu –termasuk gugurnya Komodor Laut Yos Soedarso di
Laut Aru—tapi perang besarnya sendiri tak pernah terjadi. Konflik itu
selesai lewat jalur diplomatik, ketika PBB menekan Belanda untuk
menyerahkan Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Belanda menurut.
Hasil pengintaian itu membuat cemas Amerika,
yang segera mengabarkan sekutunya itu. Mereka menyarankan Belanda agar
“kabur” saja dari Irian Barat, ketimbang babak belur dihajar angkatan
perang Indonesia. Itu juga yang mendorong PBB ikut menekan Belanda untuk
menyerahkan Irian Barat. Belanda yang “tahu diri” segera angkat kaki
dari Bumi Cendrawasih pada 1963.
Maklum jika Belanda jiper. Berkat kedekatan
dengan Uni Soviet, Indonesia menjadi negara yang memiliki kekuatan
udara paling kuat di Asia. Negeri Komunis itu bermurah hati dengan
mengirimkan pesawat-pesawat perang paling modern pada era itu. Di
antaranya adalah pembom TU-16, yang mampu menggendong misil udara ke
darat AS-1 Kennel, yang punya jangkauan jauh serta daya hancur yang
dahsyat. Di antara jejeran jet tempur, ada MIG 21 yang punya nickname
versi NATO Fishbed. Inilah jet tempur jenis pencegat yang paling modern
di dunia pada saat itu.
Sementara Belanda, masih mengandalkan
pesawat sisa perang dunia kedua semacam P51 Mustang, serta jet-jet
tempur semacam Vampire, Hawker Hunter, yang jauh kalah kelas dengan
Fishbed. Makanya, Belanda memilih amit mundur ketimbang hancur lebur.
Walaupun itu menyebabkan skadron Fishbed milik AURI tak sempat unjuk
digdaya di langit Irian.
Gabungan Fighter dan Interceptor
MIG 21 dibuat oleh pabrikan Mikoyan
Gurevich. Diciptakan untuk memenuhi permintaan angkatan udara Soviet
akan sebuah pesawat tempur pencegat (interceptor) yang mampu terbang
supersonic. Prototipe yang diberi kode E5, dengan rancang sayap ayun,
berhasil terbang pada tahun 1955. Selanjutnya, prototipe pertama yang
bersayap delta, YE4, berhasil mengudara setahun berikutnya. MIG 21
memasuki produksi massal pada tahun 1959. Indonesia mulai menerimanya
pada tahun 1960.
NATO menjuluki jet tempur ini dengan sebutan
“Fishbed”. Sementara Soviet sendiri, menjuluki jet andalannya ini
dengan nama “Balalaika”. Nama itu diambil dari nama sejenis alat musik
tradisional Rusia, yang bentuknya mirip dengan bentuk badan (fuselage)
MIG 21. Julukan lainnya adalah olowek, yang artinya pensil. Pesawat ini
memang ramping, bagian fuselage paling lebar cuma 1,24 meter.
Rancangan sayap delta merupakan hasil
penggabungan karakteristik sebagai pesawat penempur (fighter) dan
pencegat (interceptor). Tapi sejatinya, MIG 21 dirancang sebagai pesawat
pencegat, dengan fungsi utama merontokkan armada-armada pesawat serang
darat blok barat, seperti F-105 Thunderchief. Fishbed hadir untuk
mengungguli F-104 Starfighter buatan Amerika dan Mirage III buatan
Perancis.
Kemampuannya memang hebat. Mesin tunggal
Tumansky R-11 F300 turbo jet bekerja efisien untuk menghasilkan tenaga
dorong sebesar 5740 kgf, dan mengantarkannya menembus kecepatan mach
2,1. Air intake pesawat ini berada di moncong depan, dengan kerucut
moncong yang bisa bergerak maju mundur. Fungsinya adalah mengendalikan
aliran udara ke mesin untuk menyesuaikan dengan kecepatan terbang. Di
sisi kiri kanan moncong, ada kisi-kisi yang berfungsi menambah pasokan
udara ke mesin tatkala pesawat hendak take off maupun sedang taxying di
darat.
Jet tempur berbobot ringan ini punya
kemampuan menanjak yang jempolan. Dengan bahan bakar 50% plus dua rudal
udara ke udara, Fishbed mampu menanjak 58 ribu kaki (sekitar 19 ribu
meter) per menit. Artinya, kurang dari semenit Fishbed sudah mampu
berada di ketinggian pesawat penyusup musuh, dan menghajarnya dengan
rudal Vympel K-13, rudal udara ke udara yang bekerja dengan mencari
jejak panas pancaran jet lawan. Di kalangan barat dikenal dengan sebutan
AA-22 Atol. Fishbed juga dibekali dengan dua kanon NR-30 kaliber 30 mm.
Serta mampu mengangkut dua bom masing-masing seberat 500 kg. Pylon di
fuselage juga bisa dicanteli tangki bahan bakar cadangan berkapasitas
450 liter.
Bagaimanapun, versi pertama MIG 21 ternyata
mencatat banyak kelemahan. Rudal Vympelnya ternyata tidak begitu sukses
ketika dipakai bertempur. Sementara jendela bidik (gyro gunsight)
acapkali mati saat dipakai dalam manuver tinggi. Ini membuat MIG 21 yang
digadang-gadang sebagai pesawat pencegat jempolan, menjadi jet tempur
yang tidak efektif.
Namun kekurangan itu segera diperbaiki pada
versi-versi berikutnya. Hanya saja, perbaikan itu tetap tak bisa
menutupi kelemahan pada beberapa aspek. Jarak jangkau misalnya, sebagai
interceptor MIG 21 hanya punya jarak jangkau pendek. Titik keseimbangan
pesawat juga bermasalah ketika bahan bakar sudah terpakai dua pertiga,
di mana center of gravitynya bergeser ke belakang. Ini menyebabkan
pesawat jadi sulit dikendalikan. Karena itu, endurance optimal pesawat
ini hanya 45 menit saja. Sayap deltanya memang sangat membantu dalam
kecepatan menanjak, namun menjadi bumerang ketika pesawat ini melakukan
belokan-belokan tajam karena kecepatannya langsung melorot drastis.
Radarnya juga bukan tipe radar dengan jarak jangkau yang jauh.
Persoalan lain adalah rancangan kursi
lontar. Maksud hati perancangnya adalah membuat kursi lontar yang aman
bagi pilot. Kursi lontar SK-1 dibuat sedemikian rupa sehingga menyatu
dengan kanopi. Jadi, ketika pilot menarik tombol eject, kursi dan kanopi
masih melekat satu sama lain, yang tujuannya melindungi pilot dari
terpaan angin dan pecahan pesawat. Kanopi baru lepas beberapa saat
kemudian, dan pilot bisa aman melayang turun dengan parasut. Problemnya
adalah ketika pilot melontar pada ketinggian rendah. Rupanya proses
lepasnya kanopi terlalu lama, sehingga pilot keburu berdebam ke tanah,
tak keburu membuka parasut.
Combat ProvenToh, dengan segala kelemahan itu, nyatanya MIG 21 tetap menjadi momok menakutkan bagi blok barat. Terutama ketika Fishbed varian MIG-21F berada di tangan pilot-pilot kawakan dari Vietnam’s People Air Force/VPAF (Angkatan Udara Vietnam). Dalam kancah perang Vietnam, Fishbed tampil efektif sebagai jet tempur, dan sukses menghalau serangan udara jet-jet Amerika.
Para penerbang Fishbed Vietnam, biasanya beroperasi dengan bimbingan ground control interceptor (GCI), radar pencegat yang dioperasikan di permukaan, sebagai penutup kelemahan Fishbed akan tak adanya long range radar. GCI inilah yang membimbing kawanan Fishbed menuju sasaran, yang umumnya kelompok jet serang darat F-105. Begitu sasaran ketemu, mereka melakukan aksi hit and run, mengincar target dari belakang, menghajarnya dengan Atol dan siraman canon, lalu bergegas lari pulang.
Taktik seperti itu sangat efektif dalam
menjatuhkan pesawat lawan. Atau paling tidak, memaksa pesawat lawan
menjatuhkan bom secara dini (bukan di areal target), agar pesawat bisa
bermanuver lebih lincah untuk menghindari sergapan Fishbed. Ditambah
lagi dengan taktik konservatif armada udara Amerika, yang cenderung
melakukan operasi lewat jalur yang sama, dengan waktu yang sama pula.
Sehingga, pilot-pilot Vietnam tahu betul “kebiasaan” itu, dan tahu
persis pula, di mana tempat paling enak buat mencegat pesawat lawan.
Kekalahan telak dari pilot-pilot VPAF
itulah, yang sebagian dari mereka menunggangi MIG 21F, yang mendorong
Amerika mendirikan sekolah pilot pesawat tempur. Salah satu yang
terkenal adalah sekolah pilot tempur milik angkatan laut “Navy Top Gun”,
yang berlokasi di Miramar, AS. Nguyen Van Coc, salah satu penunggang
MIG-21F, sukses menjadi top ace perang Vietnam dengan 9 kills. Seorang
pilot MIG-21F VPAF bernama Pham Tuan, bertanggung jawab atas rontoknya
pembom berat Amerika, B-52, yang sedang terbang di atas Hanoi, Vietnam,
untuk mendukung operasi Linebacker II.
Fishbed juga digunakan secara ekstensif
dalam sejumlah konflik yang terjadi di Timur Tengah, yang melibatkan
Siria, Mesir dan Israel. MIG-21 Siria berhadapan dengan Mirage IIIC
Israel, pertama kali pada April 1967. Kali ini MIG-21 yang keok, dengan
ratio kekalahan 6 MIG rontok berbanding nol, alias tak ada Mirage Israel
yang tertembak jatuh.
Tapi pada perang Yom Kippur, tepatnya pada pertempuran udara di atas
El Mansoura, ceritanya lain. Israel meluncurkan 100 pesawat terdiri dari
F-4 Phantom dan A-4 Skyhawks. Mereka dihadang skadron MIG-21 Mesir.
Dalam pertempuran udara yang berlangsung kurang dari sejam itu, laporan
pasca perang menyebutkan, 17 jet Israel dirontokkan pilot-pilot Mesir.
Sementara Mesir, hanya kehilangan 6 MIG. Itupun hanya tiga yang
benar-benar ditembak jatuh musuh. Dua lainnya, jatuh gara-gara kehabisan
bahan bakar saat hendak pulang ke pangkalan, dan satu lagi, meledak
tatkala terbang menembus kepingan jet Israel yang meledak terkena
tembakan lawan. Mesinnya menghisap kepingan jet Israel.
Angkatan udara India, yang tercatat sebagai
pengguna terbesar MIG-21, juga pernah menerjunkan Fishbed dalam
sejumlah kancah. DI antaranya pada perang Indo-Pakistani pada 1971, di
mana MIG-21 India berhasil merontokkan F-104 Starfighter milik Pakistan.
India masih menerjunkan Fishbed pada perang Kargil di tahun 1999, yang
mana dalam perang singkat itu, dilaporkan satu Fishbed hancur terkena
misil darat ke udara Pakistan. Tahun itu juga dilaporkan, MIG-21 India
menembak jatuh pesawat pengintai Breguet Atlantique milik Angkatan Laut
Pakistan.
Di kancah Afrika, MIG-21 terlibat dalam
perang antara Ethiopia dan Somalia. Dalam perang tersebut, sejumlah
MIG-21 milik Somalia berhasil dirontokkan F-5Es Tiger Ethiopia yang
disuplai Amerika, tanpa kehilangan satu pesawatpun. Ironisnya, Ethiopia
juga menerima varian MIG-21s Bis dari Kuba. Dalam simulasi dogfight,
F-5Es yang dikemudikan pilot Ethiopia, berhasil menang telak atas MIG-21
Bis yang diterbangkan pilot top Kuba.
Pencatat RekorSampai saat ini MIG-21 tercatat sebagai jet tempur supersonic yang paling banyak diproduksi. Total jumlahnya mencapai 10.152 unit, itu untuk yang diproduksi di Soviet saja. Belum termasuk yang diproduksi di India dan Cina. Kedua negara itu mendapat lisensi pembuatan Fishbed, karena menjadi pengguna terbesar. Di Soviet, Fishbed dirakit di tiga pabrik, GAZ 30 berlokasi di Moskow untuk produksi tipe kursi tunggal untuk keperluan ekspor, GAZ 21 di Gorky untuk produksi single seater untuk pesanan angkatan udara Soviet, dan GAZ 31 di Tbilisi yang memproduksi tipe kursi ganda untuk ekspor dan pesanan dalam negeri.
Catatan rekor lain adalah pesawat tempur
yang paling banyak diproduksi sejak Perang Korea. Serta pesawat yang
periode produksinya paling lama. Sejumlah varian juga pernah dirancang
untuk memecahkan rekor penerbangan. Di antaranya adalah varian YE-66,
yang dirancang untuk memecahkan rekor kecepatan terbang. Lalu varian
YE-66A dirancang untuk memecahkan rekor ketinggian. Sementara YE-66B
dirancang untuk memantapkan rekor waktu tercepat mencapai ketinggian
untuk wanita. Varian YE-76 dibuat untuk memantapkan rekor kecepatan bagi
wanita.
Fishbed juga masih digunakan banyak negara
hingga kini. Paling tidak ada 22 negara yang masih mengoperasikan
MIG-21, tentu dengan varian yang sudah di-up grade. Di antaranya,
Vietnam yang punya 124 unit, Korea Utara dengan 150 unit, India dengan
428 unit. Indonesia termasuk di antara 30 negara yang pernah
mengoperasikan MIG-21. Kini, sisa kejayaan AURI itu menjadi monumen di
depan Museum Satria Mandala Jakarta, dan menjadi salah satu koleksi di
Museum Dirgantara Adi Soetjipto, Jogjakarta. Tampang sangarnya masih
juga menggetarkan. (Aulia Hs)
Spesifikasi Teknis• Awak : Satu orang
• Panjang : 15.76 m including probe (51 ft 8 in)
• Bentang sayap : 7.15 m (23 ft 5 in)
• Tinggi : 4.12 m (13 ft 6 in)
• Wing area : 23 m² (247.5 ft²)
• Berat kosong : 5,350 kg (11,800 lb)
• Berat dengan beban: 8,726 kg (19,200 lb)
• Max takeoff weight: 9,660 kg (21,300 lb)
• Mesin : R-11 F300 afterburning turbojet, 53 kN
Performance
• Maximum speed: 2230 km/h (1385 mph) (Mach 2.1)
• Janbgkauan : 1160 km
• Ferry range : 1800 km with three external fuel tanks ()
• Service ceiling : 62,300 ft
• Rate of climb : 225 m/s (23,600 ft/min but with 50 per cent fuel and two AA-2 “Atoll” missiles, the MiG-21 can reach 58,000 feet [17,600 meters] in one minute which results in 293 m/s average at different altitudes, under favorable weather circumstances)
• Wing loading: 379 kg/m² (77.8 lb/ft²)
• Thrust/weight: 1.02 at max. takeoff weight, 1.13 at loaded weight with max. afterburner
• Maximum speed: 2230 km/h (1385 mph) (Mach 2.1)
• Janbgkauan : 1160 km
• Ferry range : 1800 km with three external fuel tanks ()
• Service ceiling : 62,300 ft
• Rate of climb : 225 m/s (23,600 ft/min but with 50 per cent fuel and two AA-2 “Atoll” missiles, the MiG-21 can reach 58,000 feet [17,600 meters] in one minute which results in 293 m/s average at different altitudes, under favorable weather circumstances)
• Wing loading: 379 kg/m² (77.8 lb/ft²)
• Thrust/weight: 1.02 at max. takeoff weight, 1.13 at loaded weight with max. afterburner
Armament
MiG-21MF armed with R-3 (AA-2) air-to-air missile and UB-16 launcher for S-5 rockets.
MiG-21MF armed with R-3 (AA-2) air-to-air missile and UB-16 launcher for S-5 rockets.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar