Lahir
di Surabaya tanggal 15 Juli 1918, Iswahyudi merupakan kadet pertama
sekolah penerbang Adisutjipto. Hanya membutuhkan waktu tiga minggu,
Iswahyudi sudah mampu menerbangkan pesawat di Panasan, Solo. Lalu pada
tanggal 23 April 1946, bersama penerbang lainnya terbang cross country
dari Maguwo - Jakarta - Gorda - Teluk Betung - Branti. Penerbangan
heroik ini dilakukan menggunakan pesawat Cukiu. Lantas pada tanggal 10
Juli 1946, bersama Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, Husein
Sastranegara, dan Imam Suwongso Wirjosaputro, melakukan terbang formasi
lima pesawat Cureng dari Maguwo ke Tasikmalaya.
Ketika untuk pertama kali pesawat Dakota VT-CLA mendarat di Maguwo (1947), Iswahyudi dan Adisutjipto menjadi orang pertama yang memperoleh kesempatan menerbangkan pesawat tersebut. Hanya butuh waktu tiga hari, putra pasangan Wirjomihardjo dan Issumirah sudah mampu menerbangkan pesawat tersebut dengan baik.
Karena dedikasinya yang tinggi, anak kedua dari sembilan bersaudara ini ditunjuk sebagai Komandan Lanud Maospati, Madiun. Tentu Iswahyudi tidak ragu mengemban jabatan, karena dia dikelilingi orang-orang yang tak kalah hebat pengabdiannya: Wiweko Soepono dan Nurtanio. Masih di tahun 1947, sekali lagi Suryadarma mempercayakan jabatan komandan lanud kepada Iswahyudi. Kali ini lebih jauh, Dan Lanud Gadut Bukittinggi.
Bakatnya besar sebagai penerbang. Sebelum masuk Kalijati, peniup saksofon dan pribadi yang dikenal ramah ini sempat mengikuti perkuliahan calon dokter di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Surabaya. Bahkan menurut buku "Mengenang Pahlawan Angkasa" (1967), Iswahyudi sudah mencapai tingkat IV ketika menjadi kadet Vrijwillige Vliegers Corps (VVC), Korps Penerbang Sukarela, Kalijati.
Iswahyudi yang dikenal Soejono di Tanjung Priok waktu akan diungsikan ke Australia, saat Jepang menduduki Hindia Belanda sudah mengantongi brevet penerbang dari Kalijati lapangan terbang yang dibeli pemerintah Hindia Belanda dari NV Pamanukan en Ciasem lander seharga satu gulden pada tahun 1915. Selama pelarian di Australia, kemampuan terbangnya diasahnya di pendidikan lanjutan Sekolah Penerbang Australia. Namun menurut Suharnoko Harbani, selama pendudukan Jepang, pernah Iswahyudi disusupkan ke Jawa sebagai mata-mata Sekutu.
Soal yang terakhir diduga Soejono, benar. Karena sebelum mereka diungsikan ke Amerika, intelijen Sekutu menanyai pelarian asal Indonesia untuk diminta jadi mata-mata. "Makanya dalam perjalanan dari Melbourne ke San Fransisco, ketika singgah di Perancis, saya nggak lihat Iswahyudi," tutur Soejono. Wajar kalau kemudian, Iswahyudi pura-pura tidak pernah bertemu Soejono ketika Wiryosaputro memperkenalkan Soejono yang berdiri di hadapannya. Sambil tertawa Soejono menceritakan peristiwa di hotel Tugu Yogjakarta itu, dimana semenit kemudian Iswahyudi berbisik di telinganya, "Jangan bilang-bilang dong, nanti Suryadarma tahu."
Dilihat kemampuan terbangnya, tak salah kala Adisutjipto dipercaya membuka sekolah penerbang di Maguwo, Iswahyudi juga Wirjosaputro, lulusan Kalijati ditunjuk menjadi instruktur. "Pak Iswahyudi dan Pak Wiryo yang mengajar kita. Mas Cip, kan kepala sekolah, jadi biasanya hanya cek terakhir saja," jelas Sudarjono yang menjadi satu dari 28 kadet pertama sekolah penerbang Adisutjipto.
Gugurnya Iswahyudi di Tanjong Hantu, benar-benar pukulan berat bagi Suryadarma. Karena di saat membutuhkan orang-orang berkemampuan tinggi, justru Tuhan berkehendak lain. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, nama almarhum diabadikan di Lanud Iswahyudi, Madiun, dimana dulu Iswahyudi sendiri menjadi komandannya (Lanud Maospati). Pengukuhan itu dilakukan bertepatan Hari Pahlawan ke 15, 10 Nopember 1960.
Ketika untuk pertama kali pesawat Dakota VT-CLA mendarat di Maguwo (1947), Iswahyudi dan Adisutjipto menjadi orang pertama yang memperoleh kesempatan menerbangkan pesawat tersebut. Hanya butuh waktu tiga hari, putra pasangan Wirjomihardjo dan Issumirah sudah mampu menerbangkan pesawat tersebut dengan baik.
Karena dedikasinya yang tinggi, anak kedua dari sembilan bersaudara ini ditunjuk sebagai Komandan Lanud Maospati, Madiun. Tentu Iswahyudi tidak ragu mengemban jabatan, karena dia dikelilingi orang-orang yang tak kalah hebat pengabdiannya: Wiweko Soepono dan Nurtanio. Masih di tahun 1947, sekali lagi Suryadarma mempercayakan jabatan komandan lanud kepada Iswahyudi. Kali ini lebih jauh, Dan Lanud Gadut Bukittinggi.
Bakatnya besar sebagai penerbang. Sebelum masuk Kalijati, peniup saksofon dan pribadi yang dikenal ramah ini sempat mengikuti perkuliahan calon dokter di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Surabaya. Bahkan menurut buku "Mengenang Pahlawan Angkasa" (1967), Iswahyudi sudah mencapai tingkat IV ketika menjadi kadet Vrijwillige Vliegers Corps (VVC), Korps Penerbang Sukarela, Kalijati.
Iswahyudi yang dikenal Soejono di Tanjung Priok waktu akan diungsikan ke Australia, saat Jepang menduduki Hindia Belanda sudah mengantongi brevet penerbang dari Kalijati lapangan terbang yang dibeli pemerintah Hindia Belanda dari NV Pamanukan en Ciasem lander seharga satu gulden pada tahun 1915. Selama pelarian di Australia, kemampuan terbangnya diasahnya di pendidikan lanjutan Sekolah Penerbang Australia. Namun menurut Suharnoko Harbani, selama pendudukan Jepang, pernah Iswahyudi disusupkan ke Jawa sebagai mata-mata Sekutu.
Soal yang terakhir diduga Soejono, benar. Karena sebelum mereka diungsikan ke Amerika, intelijen Sekutu menanyai pelarian asal Indonesia untuk diminta jadi mata-mata. "Makanya dalam perjalanan dari Melbourne ke San Fransisco, ketika singgah di Perancis, saya nggak lihat Iswahyudi," tutur Soejono. Wajar kalau kemudian, Iswahyudi pura-pura tidak pernah bertemu Soejono ketika Wiryosaputro memperkenalkan Soejono yang berdiri di hadapannya. Sambil tertawa Soejono menceritakan peristiwa di hotel Tugu Yogjakarta itu, dimana semenit kemudian Iswahyudi berbisik di telinganya, "Jangan bilang-bilang dong, nanti Suryadarma tahu."
Dilihat kemampuan terbangnya, tak salah kala Adisutjipto dipercaya membuka sekolah penerbang di Maguwo, Iswahyudi juga Wirjosaputro, lulusan Kalijati ditunjuk menjadi instruktur. "Pak Iswahyudi dan Pak Wiryo yang mengajar kita. Mas Cip, kan kepala sekolah, jadi biasanya hanya cek terakhir saja," jelas Sudarjono yang menjadi satu dari 28 kadet pertama sekolah penerbang Adisutjipto.
Gugurnya Iswahyudi di Tanjong Hantu, benar-benar pukulan berat bagi Suryadarma. Karena di saat membutuhkan orang-orang berkemampuan tinggi, justru Tuhan berkehendak lain. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, nama almarhum diabadikan di Lanud Iswahyudi, Madiun, dimana dulu Iswahyudi sendiri menjadi komandannya (Lanud Maospati). Pengukuhan itu dilakukan bertepatan Hari Pahlawan ke 15, 10 Nopember 1960.
Lanud Iswahyudi-skuadron 14 |
angkasa online, wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar